Sabtu, 16 April 2016

cerita saudaraku

          Kami sekeluarga pergi ke Singapura, berangkat pukul 14.00 WIB sampai jam 16.30, perbedaan waktu singapura  1 jam lebih cepat.
yang sangat aku rasakan ketika saudaraku bercerita tentang kuliner disana. ini pengalaman saudaraku, waktu itu mereka pingin beli sate ayam yang di jual di sebuah warung. ketika saudaraku memesan tiga porsi, penjualnya worry untuk melayani pesanan mereka, karena saudaraku memakai jilbab.
setelah ditanya kenapa tidak mau melayani pembelian kami, si penjual berkata mereka worry karena mereka tidak yakin apakah ayam ini disembilih secara halal atau tidak, mereka tidak mau menanggung akibatnya kalau ternyata ayam itu tidak disembelih secara islami. Saudaraku terkejut, notabenanya mereka non muslim tapi mereka memperhatikan sampai sekecilnya tentang kenyamanan, keselamatan pembelinya, supaya tetap terjaga kehalannya. akhirnya mereka tidak jadi beli sate ayam itu bahkan mereka di beri tahu tempat kuliner yang benar-benar islami, yaitu di pasar Mustafa.

      Keesokan harinya mereka hunting lagi mencari kuliner, mereka mau beli pizza, kejadian di warung sate ayam terjadi lagi, mereka worry melayani pesanan saudaraku, karena mereka tidak tahu persis bumbu, ayam dan yang lainnya apakah dibuat secara halal. dan mereka juga menganjurkan untuk jajan di pasar Mustafa yang sudah benar-benar dibuat secara islami dan kehalannya terjamin.
ada gelitik dihati saudaraku, kenapa mereka susah susah gak mau melayani pembeli karena mereka tidak tau proses pembuatan makan itu secara islami atau tidak. Toh yang pembeli tidak tau. ternyata di Singapura ada semacam peraturan yang menganjurkan para penjual untuk menjual makanan dengan jujur. kalau mereka melanggar dan ada yang komplain kenapa menjual makan yang tidak hala kepada pembelinya, maka warung itu bisa di tuntut oleh pemerintahnya.

      Mendengar semua itu, hatiku bertanya sudahkah di Indonesia terjadi seperti itu? yang notabenenya mayoritas penduduknya Islam? walau sudah ada etiket halal pada kemasan, tapi apakah ada etiket halal pada warung yang sering kita datangi? dapatkah cara di Singapura kita contoh, supaya makanan yang kita makan benar-benar halal, sehingga aliran darah kita tidak tercampur dengan barang haram walau hanya prosesnya. kapan ya negara kita bisa seperti mereka? jadi kita tidak was-was untuk jajan kuliner di negara sendiri.



Text Widget

Copyright © Cerita Ibu Ita | Powered by Blogger

Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com